Rabu, 20 Juni 2012

TENTANG SEPEDA TUA AYAH...


Hari ini aku sangat kecewa pada Ayah. Ternyata Ayah hanya memberikan sepeda tua itu sebagai hadiah ulang tahun ku. Jadi bukan sepeda baru seperti yang ku harapkan. Ahh, aku kecewa sekali. Apa kata teman-teman nanti?
Sepeda itu benar-benar jelek, modelnya sudah ketinggalan jaman. Bahkan catnya sudah mengelupas di beberapa bagian. Warnanya aku juga tidak suka. Tapi Ayah sangat bangga padanya dan mengatakan bahwa sepeda itu adalah warisan dari kakek. Ya ampun, bisakah kalian bayangkan betapa tuanya sepeda ini.
Hari pertama aku membawa sepeda itu ke sekolah, Badu temanku yang paling usil langsung mengejekku habis-habisan. Dikatanya sepeda itu butut, dan aku sama bututnya dengan sepeda itu. Semua orang segera melihat ke arahku dan mereka seperti bergantian mengejekku. Aku malu sekali sekaligus sebal. Rasanya ingin sekali aku marah, tapi benar juga kata Badu sepeda ini memang benar-benar butut. Harusnya sudah dimuseumkan di gudang belakang rumah !
Pulang sekolah aku memprotes Ayah. Kuceritakan semuanya namun Ayah hanya menanggapinya dengan santai. Aku juga mulai sebal dengan sikap Ayah yang seperti itu. Kenapa sih Ayah tidak pernah mengerti apa kemauanku. Hari itu aku benar-benar ngambek, meskipun pada akhirnya Ayah pun berjanji akan membelikan sepeda baru saat sudah punya uang nanti.
Besoknya aku masih malu-malu waktu mengendarai sepeda itu ke sekolah, Ya Tuhan aku merasa semua mata tertuju padaku dan mengejek aku.
" Iqbal dan sepeda butut, Iqbal dan sepeda bobrok !". Begitu kira-kira batin mereka.
Aku sangat malu dan sedih, seharian aku jadi murung. Hanya Dino dan Aldi sahabat baik ku yang bisa menghiburku dan mengatakan bahwa sepeda ku itu tidak butut. Hari hariku jadi tak bersemangat, jangan-jangan sepeda itu memang membawa sial. Huh !
***
Tapi pagi ini terasa berbeda, aku sedang berjalan di koridor sekolah ketika tiba-tiba terjadi keributan di ruang UKS.
"Pak Indra pingsan, asmanya kambuh !" Kata Bu silvi yang petugas UKS itu. Semua Orang tampak sangat panik, aku pun begitu.
Bu Silvi tampak tergopoh-gopoh keluar dari UKS dan menanyai kami yang masih panik di depan pintu UKS.
"Anak-anak, siapa yang tahu rumah Pak Indra ?"
"Saya Bu !" Jawabku, kebetulan sebenarnya Pak Indra itu adalah tetanggaku.
"Baik Iqbal, ini darurat!"
"Apa yang harus saya lakukan Bu ?" Aku jadi bertambah panik.
"Ibu perlu bantuan mu untuk mengambil obat asma Pak Indra yang tertinggal di rumahnya. Mintalah pada istrinya. Obat itu tidak tersedia di UKS kita !".
"Biar kamu diantar pak satpam !"
"Tidak usah Bu, saya naik sepeda saja, soalnya jalanan situ macet!"
"Ya sudah, tapi kamu hati-hati ya!" Pesan Bu Silvi.
"Siap Bu!"
Aku langsung mengambil sepeda bututku, lalu secepatnya meluncur ke rumah Pak Indra. Untung saja aku juga bisa menembus kemacetan di jalan itu, hingga dalam 15 menit aku bisa menemui istri beliau dan sampai di UKS lagi dengan membawa obat asma itu.
Dengan lari-lari kuserahkan obat itu pada Bu Silvi, lalu beliau menyuruh Pak Indra menghirupnya. Aku melihat wajah Pak Indra yang tadinya pucat pasi mulai membaik dan nafasnya kembali normal.
"Terima kasih ya Iqbal, kamu sudah menyelamatkan nyawa Bapak !" Kata pak Indra kemudian. Dia menepuk bahuku lalu kami sama-sama tersenyum. Tiba-tiba saja teman-teman bertepuk tangan riuh sekali.
"Iqbal sang penyelamat !" Mereka bersorak sorai. Ya Tuhan, benarkah aku telah menyelamatkan nyawa Pak Indra, aku hampir tak percaya.
***.
Aku senang sekali. Ku ceritakan semuanya pada Ayah, bahwa hari ini sepeda itu telah berjasa. Lalu Ayah menasehatiku :
"Begitulah Nak, walaupun sebuah barang itu sudah tua sekalipun, tapi akan tetap bisa berguna jika dimanfaatkan dan di rawat dengan sebaik mungkin!".
"Begitu ya Yah?". Tanya ku senang. Aneh sekali, baru sekarang rasanya aku begitu bangga menaiki sepeda itu !
"Jadi apa kamu masih ingin sepeda baru?" Tanya Ayah.
"Sepertinya tak usah Yah !". Jawabku mantap.
"Kenapa? Ini mumpung Ayah ada uang loh !". Pancing Ayah lagi.
"Tak usah Yah, mending uangnya untuk cat ulang body-nya saja. Iqbal terlanjur sayang sama sepeda ini !"
"Begitu ya? Bagus deh, akhirnya anak ayah ngerti juga !"
Kami tersenyum bersamaan, Ayah merangkulku erat sekali. Dan aku sudah berjanji tak akan melupakan nasihat Ayah hari ini. Aku akan menjaga sepeda ini dengan sebaik mungkin !

Selesai

Rabu, 11 Januari 2012

IBUKU SEORANG PENGAMEN

Hari ini jam pelajaran bahasa Indonesia diisi dengan kegiatan bercerita di depan kelas. Bu Inaya, Guru kelas kami sudah menentukan tema ceritanya yaitu : Ibu.
Kami harus bercerita tentang Ibu, dan Bu Inaya sudah berjanji akan memberikan hadiah kejutan untuk cerita terbaik. Beliau memberi waktu setengah jam untuk bersiap siap maju ke depan kelas.
Kami jadi ribut sendiri, semuanya sibuk membuat cerita yang bagus-bagus tentang Ibunya masing-masing.
Sementara aku hanya bisa terdiam. Aku bingung dan ragu untuk bercerita tentang ibu. Aku tidak bisa bercerita tentang ibuku, karena aku malu. Aku tak mau teman-teman mengejekku. Karena Ibuku adalah seorang pengamen jalanan.
Ya, ibuku hanyalah seorang pengamen jalanan. Menurut mu apa yang bisa diceritakan dari seorang pengamen jalanan seperti Ibuku? Aku tak sanggup bercerita tentangnya, membayangkan wajah ibuku saja kadang aku sudah bersedih.
Aku tak bisa bercerita tentang Ibuku…

Setengah jam itu cepat sekali berlalu. Kini saatnya kami harus bercerita di depan kelas. Bu Ina sudah mengacak nomor absen kami seperti membuat nomor arisan, mengundinya, dan aku mendapatkan giliran nomor 3.
Ya Tuhan…Apa yang harus ku lakukan…
Yang dapat giliran pertama adalah Aldo. Ia bercerita tentang ibunya yang sangat baik dan menyayanginya. Ibunya yang selalu mengerti keinginannya dan memberikan yang terbaik untuknya.
“pokoknya Bundaku itu…is the best deh !!” kata Aldo menutup ceritanya. Tentu saja ia mendapatkan tepuk tangan yang amat meriah dari teman-teman.
Yang dapat giliran kedua adalah Tahara, ia bercerita tentang ibunya yang pandai memasak dan jago membuat kue. Setiap hari libur, Tahara dan Ibunya selalu membuat kue bersama. Tahara sangat sayang dan bangga pada ibunya itu.
Kini tiba juga giliranku. Jantungku berdegup kencang. Aku tak tahu apa yang harus ku lakukan. Haruskan aku bercerita yang sebenarnya tentang ibuku?
“Adi, ayo ceritakan tentang Ibumu, kamu kan pandai bercerita ?”. kata bu Inaya menegurku yang hanya bisa diam di depan kelas. Sungguh aku tak sanggup, aku yakin semua teman akan menertawakanku. Tapi aku tetap harus bercerita…
Ku tarik nafas panjang, lalu aku mulai bercerita :
“Ibuku hanyalah seorang pengamen jalanan…” Aku melihat semua orang menatapku heran, mereka hanya terdiam.
“Ayo lanjutkan Adi!” Pinta Bu Ina, beliau tampak menyukai ceritaku.
“Ibuku itu adalah pahlawanku, dia adalah orang yang paling ku cintai di dunia ini. Setiap hari dia mengamen di jalanan tak peduli panas maupun hujan untuk mencari uang. Jika aku pulang sekolah, Ibuku tak pernah ada di rumah. Aku tahu ibuku sedang berjuang di luar sana untukku. Dia sangat kuat. Ibuku mencari nafkah sendirian sejak bapakku meninggal. Ibuku itu adalah segalanya di hidupku !”.
Aku mengakhiri ceritaku, wajah teman-teman tampak sedih. Bahkan Airin, temanku yang paling cengeng sudah menangis di bangkunya. Sementara Bu Ina tersenyum padaku.
Aku lega sekali, cerita tentang ibuku itu ternyata di terima. Mereka tidak menertawakanku, tetapi malah memberiku tepuk tangan yang sangat meriah. Aku tersenyum, waktu itu wajah ibu terbayang di benakku. Beliau juga tersenyum…
Kemudian kelas itu menjadi ceria kembali, setelah teman-temanku bergantian bercerita tentang ibunya masing-masing.


***
Minggu pagi yang cerah, seperti biasa aku membantu ibu mengerjakan perkerjaan rumah, sebelum ibu berangkat mengamen. Waktu itu aku sedang menyapu halaman ketika tiba-tiba Bu Ina datang kerumahku. Beliau bersama Pak Bima suaminya. Mereka membawa sebuah bingkisan.
“selamat pagi Bu Ina, pak Bima?” sapaku pada mereka.
“pagi Adi, wah rajin sekali kamu !” kata Bu Ina membuatku sedikit malu
“iya begini kalau hari minggu Bu!” jawabku sebisanya.
“bisakah kami bertemu dengan Ibumu Adi?” tanya Bu Ina.
“Bisa Bu, mari silahkan duduk ”.
Aku mempersilahkan Bu Ina dan Pak Bima duduk di ruang tamu rumahku yang sederhana. Lalu aku memanggil ibuku yang sedang memasak di dapur.
Ibuku pun datang menemui mereka. Aku duduk di samping ibuku, lalu mereka menerangkan tujuan datang kerumah kami.
Bu Ina datang ke rumahku untuk menepati janjinya di hari yang lalu. Yaitu tentang hadiah untuk cerita terbaik di depan kelas. Cerita tentang Ibu.
Aku dan Ibuku senang sekali mendengarnya, ternyata ceritaku itu menjadi yang terbaik di kelas. Bu Ina datang ke rumahku untuk mengantarkan hadiahnya.
Bu Ina membuka bingkisan yang dibawanya tadi, isinya adalah sebuah Gitar akustik dan seperangkat perlengkapan sekolah.
“Ini untuk Ibu !”. kata Bu Inaya sambil menyerahkan Gitar itu pada Ibuku. Ibuku tampak senang sekaligus bingung.
“Ini untuk kamu Adi, belajar yang rajin ya?”. Bu Inaya menyerahkan bingkisan kedua itu untukku. Akhirnya aku punya buku, tas dan alat tulis baru, lalu ada juga sebuah lembaran formulir untuk beasiswa sekolah. Wah..senangnya hatiku.
Bu Inaya lalu menjelaskan pada Ibuku tentang Cerita di depan kelas itu. Bu Ina mengucapkan salut pada usaha keras Ibuku untuk menyekolahkan aku, makanya beliau berinisiatif untuk membantu kami.
“saya harap dengan gitar yang baru ini, Ibu semakin bersemangat untuk terus mencari nafkah dan menyekolahkan Adi !” kata Bu Ina pada Ibuku.
Kami tersenyum bersama, aku bisa melihat wajah ibu tampak bahagia. Ia tersenyum sambil memandangku dengan bangga. Ahh, aku baru sadar lama sekali aku tak melihat senyum Ibuku yang seperti itu…
Mulai saat itu aku berjanji akan terus membuat ibuku tersenyum…karena senyum ibuku itu sangat berarti untukku…


Sekian.

Pare, 11 januari 2012

Selasa, 29 Juni 2010

IBU

Tiba-tiba aku mengenangnya, malam ini ketika dingin kehidupan ini mulai berhasil mengikisku pelan-pelan. Dia,Wanita yang setiap tetes keringatnya telah menjadi kehidupanku. Yang setiap sorot mata nya menjadi penerang jalanku, jalan anak malam yang selalu berkabut dan kelam. Dia adalah Cahaya yang menuntunku setiap saat,setiap waktu...
Tiba-tiba saja aku terkenang akan dia. Tubuh ringkih yang senantiasa bertahan untukku, yang tersuruk-suruk dalam kesendirannya membimbingku, anak malam yang dilahirkannya ke dunia ini. Yang diyakininya akan memiliki kisah kehidupan yang jauh lebih indah dari kisah-kisah yang telah di goreskannya.

Kamis, 24 Juni 2010

Sore ini dan kemarin,seharusnya menjadi sore yang indah dimana aku mulai bisa menorehkan harapanku atas apa yang telah ku korbankan selama ini. orang-orang baru yang ku temui dalam perjalanan ini,adalah malaikat2 Tuhan yang di utus-Nya untuk membimbingku menemukan jalan Cahaya-Nya dalam kebutaan duniaku.
Sore ini seharusnya aku mulai berubah,demi sebuah harapan. Sebuah kesempatan yang tiada dua lagi,,,

Kamis, 04 Maret 2010

Tentang hari ini

Hari ini sesuatu telah terjadi, sesuatu yang membuatku merasa bangun dari tidur panjangku. ketika kemudian seluruh tubuh bergetar sebab menaruh gelisahnya pada waktu, aku terduduk pilu.
"Eve, betapa waktu membunuhiku dengan senyummu...!". kataku pada gadis merah jambu yang berbicara dengan matanya itu.
"Kenapa kau masih disini ?" katanya dalam bisu namun menggebu-gebu. Aku tahu bahasanya, Eve, duniaku !.
"Aku tak ingin meninggalkanmu,aku ingin hidup bersamamu !"
"Hanya itu ?" tanya dia lagi.
"tidak, eve !"
"Lalu ?" ia memburuku
"kau duniaku, bagaimana aku bisa hidup tanpamu ?"
"kau lama biarkanku sendiri, menunggu...!"ia menghujamku.
Aku diam, Eve menunduk mengambil setangkai bakung yang jatuh di bawah kakinya. ia memaksaku meratapi bunga itu, ia berkata-kata dan aku mendengar segala jerit tangisnya yang terhantar angin yang berlalu bersama waktu.
"eve,bagaimana aku...?" kataku terhenti.sebulir bening luruh di garis pipinya, terpuruk di tanah yang terlalu basah oleh hujan seharian.
"Eve ?". Dia menangis, dan dengan itu hari ini dia membunuhku.

cerpen

KENANGAN TENTANG BARTY
Kelas baru yang tadinya gaduh itu, lambat laun menjadi tenang setelah seorang Guru masuk. Bel tanda masuk memang baru saja dibunyikan, namun masih ada saja siswa yang terlambat pagi itu.
Dengan malu-malu, Barty- siswi yang terlambat itu- mengetuk pintu, mengucap salam yang langsung disambut dengan kegaduhan baru yang lebih menggemparkan. Bu Dewi, guru kelas itu tak membiarkan hal ini berlangsung lama..
“Masuklah Barty…kenapa kau terlambat?”Tanya Bu Dewi, suaranya membuat seluruh murid terdiam.
“Maaf Bu…saya bangun kesiangan!”. Jawab Barty tampak menyembunyikan sesuatu. Sebenarnya ia masih bingung memikirkan bagaimana ban sepedanya bisa tiba-tiba bocor pagi itu.
“Baiklah..Barty , nanti waktu istirahat temui ibu di ruang Guru…Dan sekarang kau boleh duduk.!”.
Seluruh siswa tampak terkejut. Hukuman itu rasanya terlau berat, bagaimanapun menghadap seorang Guru bukanlah hal yang mengenakkan jika penyebabnya adalah terkena masalah. Mereka semua baru menetapkan diri untuk jangan sampai terlambat masuk sekolah.
“Baiklah anak-anak …”Lanjut Bu Dewi ketika Barty telah duduk.
“Bagaimana dengan liburan kemarin?” Tanya Bu Dewi.
“Asyikk bu!!” Jawab anak-anak serentak.
“Nah kelihatannya seru sekali. Bagaimana jika kalian bercerita di depan kelas ?”.

Kemud ian, kelas itu dipenuhi dengan suara anak-anak yang bercerita secara bergantian di depan kelas. Banyak cerita-cerita seru dan lucu, tentang Nona yang mengunjungi Candi-candi di Jawa Tengah dan berbelanja di jalan Malioboro.Lalu Dodi yang berciuman dengan lumba-lumba dan berenang di Wisata Bahari Lamongan.Roni yang berselancar di pantai Kuta, dan masih banyak lagi.
Namun, kelas menjadi gaduh kembali ketika tiba giliran Barty, tak ada tepuk tangan, tak ada kata-kata :”wow”, hanya beberapa anak menggerutu seenaknya ketika Barty mulai bercerita:
“Saya…nggak ke..mana, di..rumah..mem….bantu..ibu saya….saya..”. Dan Barty tak bisa melanjutkan ceritanya, tubuh kecilnya menggigil tampak ketakutan sebab ia yakin bahwa ceritanya tentu tak bisa menghibur teman-temannya, setelah banyak hal hebat yang baru mereka dengar dari yang lain.
Tiba-tiba saja Noni menggerutu:
“huu..bilang saja nggak mau cerita..dasar !!”
“pelit!” Tukas Dodi.
Barty hanya menunduk, ia tahu lebih tentang maksud kata-kata “pelit” itu. Barty bertambah gelisah, hanya bisa memandang lantai di bawah kakinya. Bu Dewi sudah hendak menyuruhnya duduk ketika kemudian Bel istirahat berbunyi. Dan Barty lega bukan main sebab Bu Dewi segera menyuruhnya duduk dan mengizinkan mereka beristirahat.
Barty langsung mengikuti Bu Dewi ke ruang Guru. Ternyata bukan masalah keterlambatan dirinya tadi pagi yang hendak dibicarakan Bu Dewi, melainkan tentang ujian semester dua minggu yang lalu.
Dua minggu lalu Bu Dewi memang mengadakan ujian mendadak, tujuannya agar para siswa selalu belajar setiap saat tanpa harus diperingatkan. Barty mendapatkan nilai tertinggi dalam ujian itu, sebab ia memang selalu belajar meskipun tidak sedang ujian.Namun justru hal inilah yang menimbulkan masalah, ketika Doni dan Nona mencoba mencontek pekerjaan Barty, dan dengan terpaksa Barty melaporkannya.
“karena kejadian itu, Ibu lihat kalian menjadi tidak akur!”
“memang…Bu.!Jawab Barty jujur.
“Apa kau tidak menyesal Barty?”
“Tidak Bu, saya tak punya alasan untuk menyesal..”
“Ibu harap kalian bisa akur lagi”.
*****
Hari-hari berikutnya, Barty menjadi murung, dia tak pernah membayangkan akan menjadi bahan tertawaan di hari pertama sekolahnya. Bahkan hari-hari berikutnya.
Ia merasa kehilangan teman, ketika mereka semua bersama-sama mengejek Barty dengan julukan baru:”si pelit”.
Bu Dewi bukan tak tahu kan hal ini, beliau selalu mencoba menengahi dan menasehati mereka.
Dan kesedihan Barty bukan berkurang tetapi lebih berat dirasakannya ketika ia dinyatakan sebagai juara kelas, peringkat pertama yang biasanya disandang oleh Nona. Entah bagaimana keadaan ini sama sekali tak membuatnya bahagia, ia merasa seluruh teman-temannya semakin menjauh darinya.
*****
Kemudian kejadian menggemparkan itu terjadi, Nona melapor kepada Bu Dewi bahwa ia kehilangan sejumlah uangnya yang dibawa dalam tas dan hendak digunakannya untuk membayar iuran sekolah.
“Saya ingat Bu, tadi selesai olahraga uang itu lenyap dari tas saya!”. Cerita Nona sambil menangis, ia sungguh ketakutan. Orang tuanya pasti akan marah jika tahu hal ini.
Bu Dewi langsung mengumpulkan semua murid ke dalam kelas. Beliau mulai berbicara dengan tenang, namun tetap saja ada kekhawatiran yang tak bisa disembunyikannya.
“Hari ini, di kelas ini ada teman kalian yang kehilangan sejumlah besar uang…”. Bu Dewi menghela nafas.
“Nona kehilangan sejumlah uang, tadi pagi waktu jam pelajaran olah raga, dan ibu harap kalian jujur…”
Semua siswa mulai ribut.
“:Ibu Tanya , siapa yang tadi pagi…tidak ikut pelajaran olah raga ?”.
Semua siswa diam, menunduk ketakutan
Lalu Ani sekretaris kelas menjawab:
“Hana…izin menemui Pak kepala sekolah bu…, Andi keseleo di kakinya kemarin, dan…Barty, sakit kepala di UKS dan tadi sebelum jam istirahat dijemput bapaknya”.

Bu Dewi tampak serius mengerahkan kemampuannya, memandang menyelidik kepada semua siswanya, berusaha sebijak mungkin untuk tidak mengutarakan dugaanya di depan mereka, karena sebaiknya ia mendiskusikan dengan guru-guru yang lain.
Tapi tiba-tiba Dodi mengangkat tangan, berbicara keras tanpa ada yang memintanya.
“Maaf Bu,menurut saya bukankah si Barty itu memiliki kesempatan untuk,,,”, Dodi tampak takut ketika Bu Dewi memandangnya tajam.
“Maksud saya, tak mungkin jika Hana keluar dari ruang Kepala Sekolah, sebelum urusannya benar-benar selesai karena itu berarti tak sopan”.
“lalu Andi, dia tak mungkin kembali ke kelas jika berjalan saja harus menggunakan penyangga”.

“Stopp!”. Bu Dewi berteriak, ia tak menyangka Dodi mengatakan hal itu, ia tak tahan meskipun pendapat dodi itu hamper sesuai dengan teorinya sendiri. Sementara Dodi terdiam ketakutan, tak berani memandang wajah Gurunya itu Dodi mengalihkan pandangannya pada Nona, dua anak itu tampak ketakutan.
Hari berikutnya Barty tak masuk sekolah. Surat izinnya menyatakan bahwa ia sakit, namun surat ini tak lebih meyakinkan dari dugaan semua teman-temannya bahwa Barty kabur setelah mencuri uang.

Sampai akhirnya Bu Dewi mengajak semua muridnya untuk menjenguk Barty yang sudah sakit selama satu minggu. Anehnya raut wajah Bu Dewi tampak tenang seakan tak ingin mengesankan rasa curiga berlebihan kepada Barty.
Akan tetapi reaksi Barty sungguh mengejutkan ketika Bu Dewi menatapnya. Dalam ketakberdayaannya dia berkata :
“saya tahu…Ibu juga mencurigai saya!”
“apa maksudmu nak ?” Tanya Bu Dewi heran.
“uang Nona Bu..!”
Nona yang dari tadi berdiri di belakang Bu Dewi tampak terkejut, diam-diam ia menangis. Ada penyesalan begitu berat dalam kata-katanya:
“Uangku tak seberapa dibandingkan dengan penderitaanmu Bart, kami tak tahu kau mengidap kanker otak, sungguh!”.
Semua yang ada di kamar itu terkejut, mereka tak menyangka akan hal ini.
Barty tersenyum pada mereka, wajah pucatnya memperlihatkan keletihan yang sangat. Dicobanya tetap membuka mata namun ia sudah tak berdaya….

*****
Dalam ruang kamar yang temaram, di sudut yang diterangi lampu kecil berbentuk bunga tulip. Terdengar suara anak perempuan menangis dan menggumam. Dalam keremangan tampak wajah anak itu, Nona sedang menulis dalam buku diarinya :
Kenangan Tentang Barty
Barty, maafkan aku…
Aku terlalu malu untuk mengakui semua perbuatanku padamu…
Kau tahu Barty, Uangku itu sebenarnya tak hilang…
Aku iri padamu…
Kalau saja masih ada waktu…!


Tegar Aditya

Senin, 18 Januari 2010

semua tentang 2012

SEMUA TENTANG 2012


Apa yang terbersit di benak Anda ketika mendengar kata (angka) 2012, sejak muncul berbagai berita di media tentang 2012 akhir-akhir ini. Bahwa 2012 adalah sebuah tahun yang diramalkan sebagai tahun ‘gelap’ , tahun yang dipercayai sebagai masa dimana sebuah (atau beberapa) kiamat kecil (SUGHRO) akan terjadi di muka bumi ini. Bahkan sudah banyak muncul film atau streaming yang bisa di unduh di internet, menjadikan 2012 nampak begitu nyata di depan mata kita.

Pertama, apakah anda percaya ?

Catatan pertama bahwa Saya tak hendak menjadi ‘hakim’ yang memutuskan apakah ini benar atau salah untuk jawaban anda dari pertanyaan di atas. Apakah anda hendak percaya atau tidak tentu saja itu sangat terserah pada anda. Itu hak anda sepenuhnya.
Tetapi sadar atau tidak bahwa setiap pilihan yang anda buat akan meletakkan anda berada di tempat berbeda. Apakah anda selalu sadar untuk merasakan berbagai tempat yang dihasilkan pilihan anda, mungkin tidak selalu begitu sebab anda mungkin cenderung menatap ke depan untuk ‘menghadapi’ dan bukan ‘merenungkan’. Anda cenderung menatap kedepan karena ‘merasa’ tak berpilihan lain maka anda-pun menghadapinya:suka atau tidak.
Padahal segala hal itu tak sesederhana itu : kecuali anda membuatnya seperti itu.
Banyak orang melakukan banyak hal yang ia sendiri tak tahu ‘apa’ itu yang sedang ia kerjakan ?. Anda tentu merasa bukan orang se-jenis ini, tetapi menurut saya justru orang –orang se-jenis inilah yang tak menyadari banyak hal termasuk diri dan lingkungan (kerjanya), apa yang ia kerjakan, apa tujuannya, dan bagaimana sebenarnya ia bisa sampai pada pilihan itu (tempatnya sekarang). Padahal betapa pentingnya hal 2 itu sebagai proses yang tentu tak bisa dipisahkan dari hasil akhirnya yaitu : sebuah pilihan yang dijalani sekarang.
Jika anda sadar, anda akan tahu betapa semua hal itu tak sesederhana itu.
Sebagai analog, jika anda termasuk orang yang kesehatan anda (maaf) rentan. Di dalam mengkonsumsi makanan tentu anda akan pilih-pilih, terlebih lagi jika anda sedang makan di luar. Mungkin yang ada di depan anda saat itu memang benar menu yang telah anda pesan (dengan berbagai pertimbangan anda sendiri). Tetapi kemudian, sebagai orang yang telah peka mungkin akan muncul berbagai pikiran seperti “benarkah menu ini sesuai dengan saya” : bagaimana kira-kira prosesnya, cara memasaknya, apakah tidak beresiko besar karena mengandung ini-itu (yang terlewat dari pertimbangan anda), apakah kira-kira semuanya telah benar-benar ‘bersih’ hingga patut anda konsumsi ?
Nah seperi makanan itulah, pada akhirnya banyak hal yang harus kita pilih dan tentukan (sadar atau tidak).
Jika anda adalah orang yang peka tentu Anda akan lebih teliti, anda akan lebih selektif dan menanyakan ini-itu lebih dalam. Bahkan anda mau tidak mau harus ‘mengungkit’ pula proses-nya, membandingkan, mengandaikan, dan menceruki seluk beluknya (yang orang bilang kurang kerjaan) padahal sebenarnya anda adalah penuh pertimbangan.
Intinya anda akan menjadi orang yang berbeda dari kebanyakan orang yang (maaf) mulai tak perduli bahkan dengan pilihannya sendiri. Orang yang (sadar atau tidak) mulai sangat tidak selektif, alias menerima (memakan) semuanya sebab mereka masih ‘remang’ alias “masa bodoh “ tentang akibat (penyakit) yang bisa ditimbulkan dari makanan mereka itu sebab mereka merasa ‘aman-aman’ saja. Toh mereka tak berpenyakit seperti anda :”ngapain juga repot-repot’’. Kata mereka
Dan tiba-tiba jika saya bertanya : Apakah anda mau menjadi orang sakit terlebih dulu ?”
“Agar anda menjadi peka ?”.
Mungkin memang harus begitu, tapi kali ini tidak. Untuk menjadi orang yang “sadar” tentu anda tak perlu menjadi “sakit !”
Yang Anda butuhkan saat ini adalah sebuah “Perenungan”.
Kenapa ?,
Karena seperti yang sudah saya utarakan di atas, terkadang kita hanya ‘menghadapi’ segala sesuatu dalam hidup ini tanpa mau ‘merenungkan’. Kita terlalu banyak ‘makan’ tanpa mau ‘tahu asal-muasal’ dan ‘akibat’ makanan itu bagi tubuh kita.
Karena kita kurang peka !

NAH !!!
Sekarang mari kita mengait gagasan saya paling awal : “sadar atau tidak bahwa setiap pilihan yang anda buat akan menjadikan anda berada di tempat berbeda”.
Dan kini anda adalah orang yang peka sebab anda adalah orang yang tidak hanya “menghadapi” tetapi juga “merenungkan “ lebih dalam setiap pillihan anda.
Kini anda tahu kemana pilihan anda akan membawa diri anda sebab anda telah merenungkan.
Anda bisa merasakan tempat yang anda duduki sekarang ?
Kemudian anda akan benar-benar tahu apakah anda akan memilih “percaya” atau “tidak”. Sebab dari tempat berbeda anda akan merasakan sesuatu yang sangat berbeda pula !
****
“Apa yang terbersit di benak Anda ketika mendengar kata (angka) 2012, sejak muncul berbagai berita di media tentang 2012 akhir-akhir ini?”

Pilihlah, lalu renungkan : Apakah tempat yang disediakan pilihan anda adalah yang benar-benar anda inginkan ?