Kamis, 04 Maret 2010

cerpen

KENANGAN TENTANG BARTY
Kelas baru yang tadinya gaduh itu, lambat laun menjadi tenang setelah seorang Guru masuk. Bel tanda masuk memang baru saja dibunyikan, namun masih ada saja siswa yang terlambat pagi itu.
Dengan malu-malu, Barty- siswi yang terlambat itu- mengetuk pintu, mengucap salam yang langsung disambut dengan kegaduhan baru yang lebih menggemparkan. Bu Dewi, guru kelas itu tak membiarkan hal ini berlangsung lama..
“Masuklah Barty…kenapa kau terlambat?”Tanya Bu Dewi, suaranya membuat seluruh murid terdiam.
“Maaf Bu…saya bangun kesiangan!”. Jawab Barty tampak menyembunyikan sesuatu. Sebenarnya ia masih bingung memikirkan bagaimana ban sepedanya bisa tiba-tiba bocor pagi itu.
“Baiklah..Barty , nanti waktu istirahat temui ibu di ruang Guru…Dan sekarang kau boleh duduk.!”.
Seluruh siswa tampak terkejut. Hukuman itu rasanya terlau berat, bagaimanapun menghadap seorang Guru bukanlah hal yang mengenakkan jika penyebabnya adalah terkena masalah. Mereka semua baru menetapkan diri untuk jangan sampai terlambat masuk sekolah.
“Baiklah anak-anak …”Lanjut Bu Dewi ketika Barty telah duduk.
“Bagaimana dengan liburan kemarin?” Tanya Bu Dewi.
“Asyikk bu!!” Jawab anak-anak serentak.
“Nah kelihatannya seru sekali. Bagaimana jika kalian bercerita di depan kelas ?”.

Kemud ian, kelas itu dipenuhi dengan suara anak-anak yang bercerita secara bergantian di depan kelas. Banyak cerita-cerita seru dan lucu, tentang Nona yang mengunjungi Candi-candi di Jawa Tengah dan berbelanja di jalan Malioboro.Lalu Dodi yang berciuman dengan lumba-lumba dan berenang di Wisata Bahari Lamongan.Roni yang berselancar di pantai Kuta, dan masih banyak lagi.
Namun, kelas menjadi gaduh kembali ketika tiba giliran Barty, tak ada tepuk tangan, tak ada kata-kata :”wow”, hanya beberapa anak menggerutu seenaknya ketika Barty mulai bercerita:
“Saya…nggak ke..mana, di..rumah..mem….bantu..ibu saya….saya..”. Dan Barty tak bisa melanjutkan ceritanya, tubuh kecilnya menggigil tampak ketakutan sebab ia yakin bahwa ceritanya tentu tak bisa menghibur teman-temannya, setelah banyak hal hebat yang baru mereka dengar dari yang lain.
Tiba-tiba saja Noni menggerutu:
“huu..bilang saja nggak mau cerita..dasar !!”
“pelit!” Tukas Dodi.
Barty hanya menunduk, ia tahu lebih tentang maksud kata-kata “pelit” itu. Barty bertambah gelisah, hanya bisa memandang lantai di bawah kakinya. Bu Dewi sudah hendak menyuruhnya duduk ketika kemudian Bel istirahat berbunyi. Dan Barty lega bukan main sebab Bu Dewi segera menyuruhnya duduk dan mengizinkan mereka beristirahat.
Barty langsung mengikuti Bu Dewi ke ruang Guru. Ternyata bukan masalah keterlambatan dirinya tadi pagi yang hendak dibicarakan Bu Dewi, melainkan tentang ujian semester dua minggu yang lalu.
Dua minggu lalu Bu Dewi memang mengadakan ujian mendadak, tujuannya agar para siswa selalu belajar setiap saat tanpa harus diperingatkan. Barty mendapatkan nilai tertinggi dalam ujian itu, sebab ia memang selalu belajar meskipun tidak sedang ujian.Namun justru hal inilah yang menimbulkan masalah, ketika Doni dan Nona mencoba mencontek pekerjaan Barty, dan dengan terpaksa Barty melaporkannya.
“karena kejadian itu, Ibu lihat kalian menjadi tidak akur!”
“memang…Bu.!Jawab Barty jujur.
“Apa kau tidak menyesal Barty?”
“Tidak Bu, saya tak punya alasan untuk menyesal..”
“Ibu harap kalian bisa akur lagi”.
*****
Hari-hari berikutnya, Barty menjadi murung, dia tak pernah membayangkan akan menjadi bahan tertawaan di hari pertama sekolahnya. Bahkan hari-hari berikutnya.
Ia merasa kehilangan teman, ketika mereka semua bersama-sama mengejek Barty dengan julukan baru:”si pelit”.
Bu Dewi bukan tak tahu kan hal ini, beliau selalu mencoba menengahi dan menasehati mereka.
Dan kesedihan Barty bukan berkurang tetapi lebih berat dirasakannya ketika ia dinyatakan sebagai juara kelas, peringkat pertama yang biasanya disandang oleh Nona. Entah bagaimana keadaan ini sama sekali tak membuatnya bahagia, ia merasa seluruh teman-temannya semakin menjauh darinya.
*****
Kemudian kejadian menggemparkan itu terjadi, Nona melapor kepada Bu Dewi bahwa ia kehilangan sejumlah uangnya yang dibawa dalam tas dan hendak digunakannya untuk membayar iuran sekolah.
“Saya ingat Bu, tadi selesai olahraga uang itu lenyap dari tas saya!”. Cerita Nona sambil menangis, ia sungguh ketakutan. Orang tuanya pasti akan marah jika tahu hal ini.
Bu Dewi langsung mengumpulkan semua murid ke dalam kelas. Beliau mulai berbicara dengan tenang, namun tetap saja ada kekhawatiran yang tak bisa disembunyikannya.
“Hari ini, di kelas ini ada teman kalian yang kehilangan sejumlah besar uang…”. Bu Dewi menghela nafas.
“Nona kehilangan sejumlah uang, tadi pagi waktu jam pelajaran olah raga, dan ibu harap kalian jujur…”
Semua siswa mulai ribut.
“:Ibu Tanya , siapa yang tadi pagi…tidak ikut pelajaran olah raga ?”.
Semua siswa diam, menunduk ketakutan
Lalu Ani sekretaris kelas menjawab:
“Hana…izin menemui Pak kepala sekolah bu…, Andi keseleo di kakinya kemarin, dan…Barty, sakit kepala di UKS dan tadi sebelum jam istirahat dijemput bapaknya”.

Bu Dewi tampak serius mengerahkan kemampuannya, memandang menyelidik kepada semua siswanya, berusaha sebijak mungkin untuk tidak mengutarakan dugaanya di depan mereka, karena sebaiknya ia mendiskusikan dengan guru-guru yang lain.
Tapi tiba-tiba Dodi mengangkat tangan, berbicara keras tanpa ada yang memintanya.
“Maaf Bu,menurut saya bukankah si Barty itu memiliki kesempatan untuk,,,”, Dodi tampak takut ketika Bu Dewi memandangnya tajam.
“Maksud saya, tak mungkin jika Hana keluar dari ruang Kepala Sekolah, sebelum urusannya benar-benar selesai karena itu berarti tak sopan”.
“lalu Andi, dia tak mungkin kembali ke kelas jika berjalan saja harus menggunakan penyangga”.

“Stopp!”. Bu Dewi berteriak, ia tak menyangka Dodi mengatakan hal itu, ia tak tahan meskipun pendapat dodi itu hamper sesuai dengan teorinya sendiri. Sementara Dodi terdiam ketakutan, tak berani memandang wajah Gurunya itu Dodi mengalihkan pandangannya pada Nona, dua anak itu tampak ketakutan.
Hari berikutnya Barty tak masuk sekolah. Surat izinnya menyatakan bahwa ia sakit, namun surat ini tak lebih meyakinkan dari dugaan semua teman-temannya bahwa Barty kabur setelah mencuri uang.

Sampai akhirnya Bu Dewi mengajak semua muridnya untuk menjenguk Barty yang sudah sakit selama satu minggu. Anehnya raut wajah Bu Dewi tampak tenang seakan tak ingin mengesankan rasa curiga berlebihan kepada Barty.
Akan tetapi reaksi Barty sungguh mengejutkan ketika Bu Dewi menatapnya. Dalam ketakberdayaannya dia berkata :
“saya tahu…Ibu juga mencurigai saya!”
“apa maksudmu nak ?” Tanya Bu Dewi heran.
“uang Nona Bu..!”
Nona yang dari tadi berdiri di belakang Bu Dewi tampak terkejut, diam-diam ia menangis. Ada penyesalan begitu berat dalam kata-katanya:
“Uangku tak seberapa dibandingkan dengan penderitaanmu Bart, kami tak tahu kau mengidap kanker otak, sungguh!”.
Semua yang ada di kamar itu terkejut, mereka tak menyangka akan hal ini.
Barty tersenyum pada mereka, wajah pucatnya memperlihatkan keletihan yang sangat. Dicobanya tetap membuka mata namun ia sudah tak berdaya….

*****
Dalam ruang kamar yang temaram, di sudut yang diterangi lampu kecil berbentuk bunga tulip. Terdengar suara anak perempuan menangis dan menggumam. Dalam keremangan tampak wajah anak itu, Nona sedang menulis dalam buku diarinya :
Kenangan Tentang Barty
Barty, maafkan aku…
Aku terlalu malu untuk mengakui semua perbuatanku padamu…
Kau tahu Barty, Uangku itu sebenarnya tak hilang…
Aku iri padamu…
Kalau saja masih ada waktu…!


Tegar Aditya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar